Jakarta – Ketua Umum Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PB Nahdlatul Ulama (PBNU), Rumadi Ahmad mengaku sedih 57 pegawai akan diberhentikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena gagal tes wawasan kebangsaan (TWK).Ia sempat menaruh harapan ada titik temu antara pihak-pihak terkait sehingga tak sampai ada pemecatan seperti saat ini.
“Saya sedih hal ini terjadi. Sebelumnya saya berharap ada titik temu sehingga tidak sampai ada pemecatan,” kata Rumadi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (16/9).
Meski demikian, Rumadi mengatakan menghormati keputusan yang sudah diambil saat ini. Ia berharap para pegawai KPK bisa terus mengambil langkah hukum lanjutan seperti ke PTUN bila tak puas terhadap pemecatan tersebut.
“Kalau pegawai KPK yang diberhentikan tidak puas dengan langkah ini, mereka bisa mengambil langkah hukum, misalnya ke PTUN,” kata dia.
Sebagai informasi, pada Mei lalu, dalam siaran persnya, Lakpesdam PBNU meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) membatalkan TWK KPK terhadap 1.351 pegawainya.
“Meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan TWK yang dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK karena pelaksanaan TWK cacat etik-moral,” kata Rumadi dalam siaran pers yang dikutip Sabtu (8/5).
Ia juga meminta kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk mengusut dugaan pelanggaran hak-hak pribadi, pelecehan seksual, rasisme, dan pelanggaran yang lain yang dilakukan pewawancara kepada pegawai KPK yang diwawancarai. Menurutnya kala itu, pada kenyataannya TWK terhadap 1.351 pegawai KPK justru menunjukkan hal yang aneh, lucu, seksis, rasis, diskriminatif, dan berpotensi melanggar HAM.
Komnas HAM pun telah melakukan pemeriksaan dan menemukan sejumlah hal pelanggaran HAM dalam pelaksanaan proses TWK. Komnas HAM pun sudah mengirimkan surat ke istana untuk menyampaikan langsung dan menjelaskan sejelas-jelasnya soal temuan mereka ke Jokowi. Namun, sejauh ini Jokowi belum menerima jua Komnas HAM.
Selain itu, Ombudsman RI pun menemukan malaadministrasi dalam proses TWK KPK.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyatakan pihaknya akan mengirimkan rekomendasi itu ke Jokowi. Robert mengatakan Jokowi selaku presiden memiliki wewenang tertinggi sebagai pembina kepegawaian. Termasuk, sambungnya, jika KPK masih terus mengindahkan hasil temuan Ombudsman soal malaadministrasi TWK
Robert pun menegaskan temuan malaadministrasi poses TWK KPK yang dimuat dalam rekomendasi Ombudsman tak serta merta gugur setelah putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini.
“Ini adalah ranah di sisi norma ada kebijakan. Dan kita sangat menghargai itu [putusan MK dan MA]. Sementara pada sisi lain, Ombudsman bekerja dalam ranahnya sendiri,” kata Robert dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com (14/9).
KPK telah resmi menyatakan pemberhentian 57 dari 75 pegawai yang gagal TWK dipercepat dari semula 1 November 2021, jadi 30 September 2021. Pemberhentian tersebut lebih cepat satu bulan dibandingkan yang termuat dalam SK Nomor 652 Tahun 2021 yang diberhentikan pada 1 November 2021.
Ketua KPK Firli Bahuri mengklaim tak mempercepat waktu pemberhentian kepada 57 pegawai tersebut. Ia mengatakan pemberhentian telah sesuai batas waktu yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
Beberapa pegawai KPK yang juga ikut dipecat melontarkan kritik terhadap keputusan tersebut. Novel Baswedan misalnya, ia menyebut puluhan pegawai KPK yang selama ini bekerja memberantas korupsi, justru kini diberantas.