You are currently viewing Setelah Krisdayanti, Giliran Masinton Blak-blakan soal Tunjangan Anggota DPR
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Masinton Pasaribu di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa, 8 Oktober 2019. TEMPO/Andita Rahma

Setelah Krisdayanti, Giliran Masinton Blak-blakan soal Tunjangan Anggota DPR

Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, blak-blakan ihwal besaran gaji dan tunjangan anggota Dewan. Cerita ini dia sampaikan setelah ramai pernyataan kolega satu partainya, Krisdayanti, yang mengungkap besaran gaji dan tunjangan anggota DPR.

Masinton mengatakan, gaji dan tunjangan anggota DPR sudah ditentukan oleh undang-undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000. Ia mengatakan, gaji pokok anggota Dewan ialah sebesar Rp 4,2 juta setiap bulan.

“Ada juga tunjangan istri atau suami, ada tunjangan anak, ada uang sidang,” kata Masinton dalam diskusi virtual MNC Trijaya, Sabtu, 18 September 2021.

Masinton mengatakan ada pula tunjangan beras untuk empat orang sebesar Rp 198.000 dan sejumlah tunjangan lainnya. Total, ia mengaku menerima gaji dan tunjangan sekitar Rp 60 juta per bulan.

“Saya enggak tahu persisnya, enggak perhatikan detailnya. Kira-kira masuk segitulah (ke rekening),” kata Masinton.

Masinton mengatakan gaji dan tunjangan ini otomatis diterima setiap anggota DPR setiap bulan. Dia berujar, pendapatan setiap anggota Dewan ini biasanya secara rutin pula dipotong untuk iuran fraksi.

Besaran potongan itu disebutnya berbeda-beda tergantung kebijakan setiap fraksi. Dia mengatakan, setiap anggota misalnya dikenai iuran sebesar Rp 20 juta per bulan.

“Menurut kami masih oke karena itu tanggung jawab sebagai kader ya, untuk bergotong royong kepada partai dan fraksi,” ujarnya.

Selain gaji dan tunjangan, Masinton juga menjelaskan ihwal dana reses dan dana aspirasi. Menurut Masinton, untuk setiap satu kegiatan reses, anggota DPR mendapatkan dana sebesar Rp 20 juta. Namun, ada perhitungan yang berbeda tergantung daerah pemilihan masing-masing.

“Kalau di Indonesia timur itu ada perhitungan standar di Kementerian Keuangan, kemudian di BURT DPR RI, biaya akomodasi dan transportasi sesuai dengan jarak dari DPR ke daerah pemilihannya, itu beda-beda,” kata Masinton.

Masinton juga meluruskan pernyataan Krisdayanti ihwal dana aspirasi. Menurut dia, dana aspirasi itu sebenarnya belum pernah disetujui dalam rapat paripurna DPR. Ia menyebut sempat ada pembahasan tentang dana aspirasi, tetapi ditunda karena beberapa fraksi menyatakan keberatan.

Intinya, kata Masinton, dana aspirasi dibuat berdasarkan usulan program dari masyarakat kepada pemerintah. Misalnya, masyarakat di daerah pemilihan mengusulkan pembangunan jalan. Masinton mengatakan tak mungkin usulan itu dilaksanakan oleh anggota DPR.

“Maka usulan tadi dimasukkan ke dalam musrembang, kemudian disetujui pemerintah daerah dan kemudian DPR menyampaikan itu ke pemerintah pusat. Nah itu sebagai aspirasi dapil,” kata anggota Komisi Keuangan DPR ini.

Menurut Masinton, yang dimaksud Krisdayanti sebagai dana aspirasi Rp 450 juta adalah dana untuk kunjungan ke daerah pemilihan. Ia juga menyinggung perintah Undang-Undang MD3 yang menyebut salah satu tugas anggota DPR untuk menyerap aspirasi dari masyarakat.

“Itu Rp 400 juta, bukan Rp 450 juta. Itu dihitung dengan biaya perjalanan dan akomodasi beliau dari DPR ke dapilnya. Mungkin seperti itu ya,” ujar Masinton Pasaribu.

Sebelumnya, Krisdayanti blak-blakan bicara soal besaran gaji anggota DPR. Dalam kanal Youtube Akbar Faizal, ia mengungkap menerima gaji di awal bulan sebesar Rp 16 juta. Lalu untuk total tunjangan yang didapat mencapai Rp 59 juta dan diterima lima hari setelah mendapat gaji pokok.

Selain itu, Krisdayanti menyebutkan anggota DPR mendapatkan dana aspirasi Rp 450 juta yang diterima lima kali setahun. Lalu ada lagi dana kunjungan daerah pemilihan atau dana reses sebesar Rp 140 juta. “Rp 140 juta itu 8 kali setahun,” kata Krisdayanti di kanal YouTube Akbar Faizal.

Usai pernyataan itu, Krisdayanti dipanggil oleh Ketua dan Sekretaris PDI Perjuangan di DPR, Utut Adianto dan Bambang Wuryanto. Utut mengatakan fraksi tak menegur Krisdayanti, hanya mengajaknya berdiskusi.

Menurut Utut, pernyataan Krisdayanti itu tidak salah. Hanya saja, ia mengingatkan Krisdayanti agar tak menyampaikan pernyataan yang bisa memicu kegaduhan.

“Bukan teguran, hanya diskusi. Dia perlu memperbaiki komunikasi ke publik untuk mencegah mispersepsi,” kata Utut pada Kamis, 10 September 2021 lalu.

Sumber : tempo.co

Share

Tinggalkan Balasan